RESUME BUKU HUKUM
ADMINISTRASI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan Dalam Memperoleh
Nilai
Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara
Disusun Oleh :
I KOMANG W D1112006
NADIA OKKI A D1112011
PETRA LUGAS N D1112012
PROGRAM STUDI NON REG ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
Judul buku : PENGANTAR HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA
Penulis
: E. UTRECHT
/ MOH. SALEH DJINDANG, SH
Penerbit
: PT Ichtiar Baru
Cetakan ke : IX
( 9 )
Tebal
:
220 halaman + viii halaman
Pengertian Administrasi Negara Menurut Utrecht :
”gabungan jabatan ( aparat/alat ) administrasi yang dibawah pimpinan
pemerintah ) Presiden dan para Menteri) melakukan sebagian dari pekerjaan
pemerintah (tugas pemerintah) yang tidak diserahkan pada badan
perundang-undangan dan kehakiman”.
Utrecht bertitik tolak pada Teori Sisa atau Teori
Residu / Atrek Theorie.
E.Utrech mendefinisikan Hukum Administrasi Negara
“Hukum Administarsi Negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang
diadakan agar memungkinkan para pejabat pemerintahan Negara melakukan tugas
mereka secara khusus”.
Menurut Utrecht, dalam Hukum Administrasi Negara
terkandung 2 (dua) aspek, yaitu:
Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat
perlengkapan negara itu melakukan tugasnya, dan Aturan-aturan hukum yang
mengatur hubungan hukum (rechtsbetreking) antara alat perlengkapan administrasi
atau pemerintah dengan para warganegaranya.
Hukum Administrasi Negara” meninjau pengertian
Administrasi Negara/Tata Usaha Negara dan Pemerintah dari dua (2) segi :
b) Tanpa
pengaruh teori Trias Politika, dikemukakan oleh AM Donner bahwa Administrasi
negara adalah badan yang melaksanakan/menyelenggarakan tujuan negara. Pendapat
ini dikemukakan oleh Donner karena dia meninjau dari segi fungsi negara yakni
sebagai penentu tujuan negara.
WF Prins membedakan
pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit. Pemerintah dalam
arti luas : seluruh kekuasaan yang ada dalam suatu negara (legislative,
eksekutif, yudikatif, dan polisionil), jadi identik dengan negara. Pemerintah
dalam arti sempit : kekuasaan yang mempunyai tugas khusus, yakni melaksanakan
tujuan dari peraturan perundangan (eksekutif).
Banyak jenis pemerintahan yang tidak dapat
dipandang sebagai pelaksanaan dari undang undang seperti pemberian subsidi
tertentu, atau tugas melaksanakan pekerjaan umum. Hukum administrasi negara di
tahun-tahun akhir ini telah berkembang perhatian yang luas terhadap keputusan keputusan
yang bersifat umum, yakni rencana-rencana, peraturan-peraturan kebijaksanaan,
juga peraturan pemberian kuasa (wewenang). Tetapi perhatian itu lebih banyak
terarah pada suatu pendekatan aturan-aturan yang sah dari sudut pandang hukum
administrasi, bukan pada suatu pendekatan dari sudut hukum politik tata negara.
1. Teori Dwipraja
Donner berpendapat, bahwa pemerintahan dalam arti
luas dibagi menjadi dua tingkatan yaitu :
a.
Alat-alat
pemerintahan yang menentukan hukum negara / politik negara.
b.
Alat-alat
perlengkapan pemerintahan yang menjalankan politik negara yang telah
ditentukan.
2. Teori Tripraja (Trias Politika) teori ini
ada dua tokoh yaitu t :
a. John Locke, abad ke 17 membagi kekuasaan Negara
dalam tiga bagian, yang masing-masing berdiri sendiri dan dipegang oleh
alat-alat perlengkapan tersendiri pula yaitu :
i.
Kekuasaan
Legislatif yaitu kekuasaan yang membuat peraturan/undang-undang.
ii.
Kekuasaan
eksekutif yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang undang.
iii.
Kekusaan
Federatif, yaitu kekuasaan yang tidak termasuk kekuasaan Legislatif dan
kekuasaan eksekutif seperti hubungan luar negeri.
b. Montesqueiu membagi kekuasaan negara kedalam
tiga bagian yang masing-masing terpisah satu dengan yang lainnya dan dipegang
oleh alat-alat perlengkapan Negara yaitu :
i.
Kekuasaan
Legislatif yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan.
ii.
Kekuasaan
Eksekutif yaitu kekuasaan untuk menjalankan peraturan
iii.
Kekuasaan
Yudikatif yaitu kekuasaan mengadili mempertahankan
peraturan.
3. Teori Catur Praja.
Teori ini dikemukakan oleh Van Vollen Hoven dengan
teori Residunya/ aftrek teori yang membagi kekuasaan atau fungsi pemerintah
menjadi empat bagian yaitu :
a.
Fungsi
Bestuur / fungsi pemerintah. Pemerintah mempunyai tugas yang sangat luas, yaitu
tidak hanya melaksanakan peraturan saja, akan tetapi pemerintah mencampuri
urusan kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya dan
politik maupun melaksanakan kepentingan umum
b.
Fungsi
Politie atau fungsi polisi yaitu melaksanakan pengawasan secara preventif yang
berupa paksaan pada warga untuk mentaati suatu ketertiban umu/hukum agar tata
tertib dalam masyarakat tetap terpelihara.
c.
Fungsi
Justitie/Fungsi mengadili. Kekuasaan mengadili juga berfungsi sebagai
pengawasan yang represif yang berarti fungsi ini melaksanakan yang konkrit
yaitu menyelesaikan suatu perselisihan dengan berdasarkan undang-undang dan
dengan seadiladilnya.
d.
Fungsi
Regelaar/Fungsi Pengaturan yaitu melaksanakan tugas perundang-undangan artinya
setiap peraturan yang dikeluarkan mempunyai daya ikat bagi masyarakat.
4. Teori Pancapraja
Menurut Lamaire. Pemerintah mempunyai lima fungsi
yaitu :
a.
Bestuurszorg
( yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum)
b.
Bestuur
(pemerintahan dalam arti sempit)
c.
Politie
(kekuasaan polisi)
d.
Justitie
(kekuasaan mengadili)
e.
Regelaar (kekuasaan mengatur)
Hukum administrasi
berisi peraturan-peraturan yang menyangkut “administrasi”. Administrasi sendiri
berarti “bestuur” (pemerintah). Dengan demikian, hukum administrasi
(administratief recht) dapat juga disebut dengan hukum tata pemerintahan
(bestuursrecht). Pemerintah (bestuur) juga dipandang sebagai fungsi pemerintahan
(bestuursfunctie) yang merupakan penguasa yang tidak termasuk pembentukan UU
dan peradilan.
Menurut Utrecht, ada Sembilan
macam penyelenggaraan kepentingan kolektif oleh administrasi negara
(Pemerintahan), yang bertindak adalah:
1. Administrasi Negara sendiri
(pemerintahan);
2. Subyek hukum (badan hukum) lain, yang
tidak termasuk administrasi negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau
hubungan biasa dengan pemerintah. Hubungan istimewa (khusus) ini diatur oleh
hukum publik dan hukum privat (misalnya pekerjaan yang dilakukan oleh
perusahaan asing berdasarkan undang-undang penanaman modal asing di Indonesia);
3. Subyek hukum lain, yang tidak termasuk
administrasi negara dan yang menjalankan pekerjaannya berdasarkan konsesi (consessie)
atau ijin (vergunning) dari pemerintah;
4. Subyek hukum, yang tidak termasuk
admnistrasi negara dan yang diberi subsidi oleh pemerintah, misalnya Lembaga
Pendidikan Swasta;
5. Pemerintah bersama-sama dengan subyek
hukum lain (beberapa subyek hukum) yang tidak termasuk administrasi negara, dan
kedua belah pihak itu tergabung dalam bentuk kerja sama (vorm van
samenwerking) tertentu yang diatur oleh hukum privat, misalnya pemerintahan
bergabung dalam Perseroan Terbatas, yang dewan direksinya ada wakil pemerintah,
atau pemerintah mendirikan Perseroan Terbatas;
6. Yayasan yang didirikan atau diawasi
pemerintah;
7. Kooperasi yang didirikan atau diawasi
pemerintah;
8. Perusahaan Negara;
9. Subyek hukum lain yang tidak termasuk
admnistrasi negara, tetapi diberi suatu kekuasaan memerintah (delegasi
perundang-undangan).
Hukum
administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum
administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara” (Poly-Juridisch Zakboekje
h. B3/4). Sebagai contoh Izin Bangunan. Dalam memberikan izin penguasa
memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan. Dalam hal
demikian, pemerintah menentukan syarat-syarat keamanan. Disamping itu bagi yang
tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan
sanksi pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan
berdasarkan hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah
ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di
ekor/buntut).
Menurut
isinya hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat
(hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang
satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan. Sedangkan Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara
negara dengan perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini
salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara.
Hukum yang
mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain lapangan
pekerjaan administrasi negara diatur dalam HTN, Hukum Privat dan sebagainya. Pengertian HAN tidak identik dengan pengertian
“hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara". Maka dapat dikatakan
bahwa HAN adalah suatu sub sistem dari Administrasi negara.
Perbuatan hukum bersegi dua ini tidak diatur dalam
hukum privat akan tetapi diatur oleh suatu hukum yang bersifat istimewa dalam
hal ini hukum publik. Bertitik tolak dari pandangan ini, maka pemerintah dapat
juga melakukan perjanjian kerja yang sesungguhnya diatur dalam KUH Perdata di
mana perjanjian itu karena sifatnya istimewa dimaksudkan sebagai perjanjian
menurut hukum publik.
Sedangkan yang dipelajari dalam HAN/HTP yaitu
sifat, bentuk dan akibat hukum yang timbul karena perbuatan hukum istimewa yang
dilakukan oleh para pejabat dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Van
Vollenhoven, secara teoretis Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan
hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan menentukan kewenangan
alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi Negara
adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan Negara, baik
tinggi maupun rendah ketika alat-alat itu akan menggunakan kewenangan ketatanegaraan.
Pada pihak yang satu terdapatlah hukum tata negara sebagai suatu kelompok
peraturan hukum yang mengadakan badan-badan kenegaraan, yang memberi wewenang
kepada badan-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah serta memberi
bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut yang tinggi maupun yang
rendah
Van
Vollenhoven menyatakan bahwa yang termasuk di dalam HAN, adalah semua peraturan
hukum nasional sesudah dikurang HTN materiil, hukum perdata materiil dan hukum
pidana materiil. Hubungan antara HTN dengan HAN, yaitu bahwa badan-badan
kenegaraan memperoleh wewenang dari HTN dan badan-badan kenegaraan itu
menggunakan wewenangnya harus berdasarkan atau sesuai dengan HAN.
Logeman mengemukakan bahwa HTN merupakan suatu
pelajaran tentang kompetensi, sedangkan HAN/HTP merupakan suatu pelajaran
tentang perhubungan-perhubungan hukum istimewa. Menurutnya HTN
mempelajari :
a. Jabatan-jabatan
apa yang ada dalam susunan suatu negara;
b.
Siapa
yang mengadakan jabatan tersebut;
c.
Dengan
cara bagaimana jabatan-jabatan itu ditempati oleh pejabat;
d.
Fungsi/lapangan
kerja dari jabatan-jabatan itu;
e.
Kekuasaan
hukum dari jabatan-jabatan itu;
f.
Hubungan
antara masing-masing jabatan;
g.
Dalam
batas-batas manakah organ-organ kenegaraan dapat melakukan tugasnya.
Kranenburg, Prins dan Prajudi Atmosudirdjo
menyatakan
”antara HAN dengan HTN tidak
ada perbedaan yuridis prinsipiil, perbedaan yang ada hanya pada titik
berat/fokus pembahasan. HTN fokusnya adalah hukum rangka dasar dari negara
sebagai keseluruhan, sedangkan HAN fokusnya merupakan bagian khusus dari HTN”.
Kranenburg menyatakan
”bahwa kalau di dalam
praktek ada perbedaan, hanya karena untuk mencapai kemanfaatan dalam
penyelidikan. Menurutnya yang digolongkan dalam HTN adalah peraturan-peraturan
yang mengatur struktur umum dari suatu pemerintahan negara, misalnya UUD dan UU
organic (UU yang mengatur daerah-daerah otonom), HAN berisi UU dan peraturan khusus
misalnya : hukum kepegawaian”.
Prinsip mengemukakan bahwa HTN
mempelajari hal-hal yang fundamental yang merupakan dasar-dasar dari negara dan
langsung menyangkut tiap-tiap warga negara, sedangkan HAN menitik beratkan pada
hal-hal yang teknis saja, yang hanya penting bagi para spesialis.
Disendirikannya HAN dari HTN tidak karena adanya perbedaan tugas antara HTN dan
HAN, akan tetapi karena sudah sedemikian berkembangnya HAN, sehingga memerlukan
perhatian tersendiri bukan sebagai tambahan/sampiran HTN saja.
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan
aturan hukum serta tempat diketemukannya hukum.
Sumber hukum materiil berupa hukum tertulis yang
berlaku pada masa lampau di suatu tempat, yang berupa kaidah-kaidah tuntunan
pedoman hidup yang lebih baik sebab yang berasal dari masa lampau berasal dari
perjanjian leluhur itulah yang merupakan hukum yang betul-betul. Kaidah itu
seperti Pancasila yang memiliki 5 sila kesatuan.
Sumber hukum formil adalah sumber hukum materiil
yang sudah dibentuk melalui proses-proses tertentu, sehingga sumber hukum tadi
menjadi berlaku umum dan ditaati berlakunya oleh umum. Ada beberapa sumber hukum formil Hukum
Administrasi Negara :
a.
Undang-undang
(dalam arti luas);
b. Kebiasaan/praktek
Alat Tata Usaha Negara;
c. Yurisprudensi;
d. Doktrin/pendapat
para ahli;
Menurut E. Utrecht
mendefinisikan perbuatan
pemerintah ialah
tiap-tiap perbuatan yang dilakukan pemerintah dengan maksud untuk
menyelenggarakan kepentingan umum, termasuk perbuatan mengadakan peraturan
maupun perbuatan mengadakan ketetapan atau perjanjian.
Macam-Macam Perbuatan Pemerintah Perbuatan
pemerintah dapat digolongkan dalam dua macam, yaitu :
1.
Perbuatan
pemerintah berdasarkan hukum (Recht Handilugen). Perbuatan hukum dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu :
1.1
Perbuatan hukum privat(sipil). Pemerintah
mengadakan hubungan hukum berdasarkan hukum privat. Menurut Prof. Krobbe
Kranenburg, Vegtig, Donner dan Hassh, bahwa pejabat administrasi Negara dalam
menjalankan tugasnya dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan hukum privat,
umpanya perbuatan sewa-menyewa, jual-beli tanah dan perjanjian-perjanjian
lainnya.
1.2
Perbuatan hukum publik. Perbuatan hukum dalam
lapangan Hukum Publik ada dua macam yaitu :
a.
Perbuatan
Hukum Publik bersegi dua, yaitu adanya dua kehendak/ kemauan yang terikat,
misalnya dalam perjanjian/ kontrak kerja.
b.
Perbuatan
Hukum Publik bersegi satu, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dari
satu pihak yaitu perbuatan dari pemerintah itu sendiri.
2.
Perbuatan
pemerintah berdasarkan bukan hukum (Fiete Logtie Handilugen)
Istilah Beschikking berasal dari Bahasa Belanda. Beberapa
sarjana memberikan terjemahan yang berbeda-beda terhadap istilah Beschikking.
Utrecht menterjemahkan sebagai Ketetapan. Istilah ketetapan dapat diartikan dan
atau terpisah. dengan Ketetapan MPR, sedangkan Ketetapan MPR termasuk dalam
bidang politik sehingga dapat dinilai kedudukannya terlalu tinggi. Ketetatapan
dalam administrasi/ alat-alat perlengkapan Negara hanya merupakan peraturan
pelaksana dalam bidang administrative saja. Beschikking sebagai keputusan,
Bentuk-bentuk dan Tata urutan peraturan
perundangan menurut ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh
ketetapan MPR No. V/MPR/1973) adalah sebagai berikut :
a) Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD-1945).
b)
Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (ketetapan MPR).
c)
Undang-Undang
(UU) dan peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU).
d)
Peraturan
Pemerintah (PP).
e)
Keputusan
Presiden (KEPPRES).
f)
Peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya.
Ketetapan yang tidak memenuhi
syarat-syarat tersebut dikatakan batal, tiga kategori batal adalah :
1. Batal mutlak, artinya bahwa perbuatan oleh
hukum dianggap tidak pernah ada, sehingga tidak menimbulkan akibat hukum.
2. Batal karena hukum, artinya akibat suatu
pebuatan tersebut oleh hukum dianggap tidak ada (hapus), baik sebagian maupun
seluruhnya, tanpa memerlukan keputusan hakim (keputusan alat perlengkapan
negara yang berwenang).
3. Dapat dibatalkan, artinya bahwa suatu
perbuatan dianggap ada sampai adanya permintaan pembatalan atau ada pembatalan
dari alat perlengkapan negara yang berwenang.
Syarat yang harus dipenuhi di dalam pembuatan
keputusan (Vander Pot), yaitu :
a.
Dibuat
oleh alat yang berwenang/berkuasa;
b.
Dalam
kehendak alat yang berkuasa tidak boleh ada kekurangan yuridis;
c. Bentuk
keputusan dan tata cara pembuatannya harus sesuai dengan peraturan dasarnya;
d. Isi
dan tujuan keputusan harus sesuai debngan isi dan tujuan dari peraturan yang menjadi dasarpembuatan
keputusan tersebut.
Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Keputusan Harus Sesuai dengan Peraturan
Dasarnya.
Bentuk Keputusan :
a) Lisan;
b) Tertulis
Keputusan dapat dibuat secara lisan apabila :
1. Tidak
membawa akibat yang kekal dan tidak begitu penting di dalam HAN;
2. Bilamana
oleh Alat AN yang mengeluarkan keputusan dikehendaki akibat yang timbul dengan segera.
Kekurangan yuridis di dalam pembuatan
keputusan/ketetapan bisa terjadi kerena :
a. Dwaling
= salah kira
b. Dwang
= paksaan
c. Bedrog
= tipuan
Kekuatan hukum suatu keputusan dapat berwujud
kekuatan hukum formil dan kekuatan hukum materiil. Apabila keputusan tadi sudah
tidak bisa dibantah lagi oleh suatu alat hukum biasa.
Prins mengemukakan ada enam (6) asas yang harus
diperhatikan oleh alat administrasi negara dalam menarik kembali suatu
keputusan/ketetapan yang telah dikeluarkan, yakni :
1.
suatu
keputusan/ketetapan yang dibuat karena yang berkepentingan menggunakan tipuan, dapat ditiadakan sejak semula;
2.
keputusan
yang isinya belumdiberitahukan padayang bersangkutan maksudnya pihak administrable atau pihak yang dikenai keputusan;
3.
suatu
keputusan yang diberikan kepada pihak administrable dengan syarat-syarat tertentu tapi administrable tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan;
4.
suatu
keputusan yang bermanfaat bagi administrable tidak boleh ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu terlewati;
5.
tidak
diperbolehkan kembali menarik keputusan yang akan membawa kerugian yang lebih besar bagi administrable dibandingkan dengan kerugian yang diderita negara;
6.
menarik
kembali/mengubah suatu keputusan harus diadakan menurut acara/formalitei seperti yang ditentukan dalam pera peraturan dasar dari
pembuatan keputusan tersebut.
Suatu keputusan/ketetapan dikatakan tidak sah
apabila keputusan/ketetapan tadi tidak mengandung kekurangan yang esensial atau
dapat dikatakan bahwa keputusan adalah sah apabila sudah diterima sebagai bagian
dari ketertiban hukum. Sedangkan keputusan/ketetapan dianggap tidak sah apabila
keputusan tadi mengandung kekurangan yang esensial sehingga tidak dapat
diterima menjadi bagian dari ketertiban hukum.
Keputusan/Ketetapan
Positif. Keputusan/ketetapan yang demikian ini
adalah suatu keputusan yang menimbulkan keadaan hukum baru bagi pihak yang
dikenai keputusan. Akibat akibat yang timbul dengan dikeluarkannya
keputusan/ketetapan positif dapat diklasifikasikan menjadi lima (5) golongan,
yaitu :
1.
Keputusan/ketetapan
yang melahirkan keadaan hukum baru bagi pihak yang dikenai keputusan. Contoh : Keputusan pemberian Izin Usaha Perdagangan;
2.
Keputusan/ketetapan
yang mengakui keadaan hukum baru bagi obyek tertentu. Contoh : keputusan
mengenai perubahan status Perguruan Tinggi di dalam akreditasi dari B ke A;
3.
Keputusan/ketetapan
yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya suatu badan hukum. Contoh keputusan
Menteri Kehakiman dan HAM yang menyetujui AD dari sebuah PT sehingga menjadi
badan hukum;
4.
Keputusan/ketetapan
yang memberikan hak-hak baru kepada pihak yang dikenai keputusan/ketetapan.
Contoh : pemberian SK pengangkatan PNS;
5.
Keputusan/ketetapan
yang membebankan kewajiban baru kepada pihak yang dikenai keputusan/ketetapan.
Contoh : Keputusan mengenai penetapan wajib pajak;
Keputusan/Ketetapan
Negatif. Suatu
keputusan/ketetapan yang tidak merubah keadaan hukum tertentu yang telah ada
bagi pihak administrable. Keputusan negative dapat berupa pernyataan :
a. Tidak berkuasa/tidak berhak;
b. Tidak diterima;
c. Penolakan.
Keputusan
Deklaratour. Suatu keputusan yang menyatakan hukum,
mengakui suatu hak yang sudah ada, menyatakan bahwa yang bersangkutan dapat
diberikan haknya karena sudah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Keputusan ini adalah hasil perbuatan AAN untuk melaksanakan ketentuan UU ke
dalam peristiwa konkrit. Keputusan deklaratour ini sering juga disebut “hukum
in concreeto”, yaitu hukum yang mengatur hal yang nyata, hanya berlaku pada orang-orang
tertentu/menyebut seseorang saja yakni yang namanya tercantum dalam keputusan.
Keputusan
Konstitutif. Suatu keputusan yang melahirkan keadaan
hukum baru bagi pihak yang diberi keputusan, sering disebut dengan keputusan
yang membuat hukum. Keputusan ini pada umumnya dikeluarkan dengan menggunakan
kebijaksanaan yang dipunyai oleh AAN (Freis Ermessen) dan tidak terlalu terikat
pada peraturan Perundangan-undangan.
Keputusan
Kilat. W.F Prins menyebutkan ada 4 jenis
keputusan ini yaitu :
a.
a.
Keputusan
yang bermaksud merubah teks/redaksi keputusan yang lama;
b.
Keputusan
negatif. Keputusan semacam ini tidak merupakan halangan untuk mengeluarkan
keputusan lagi bila keadaan telah berubah;
c.
Keputusan
yang menarik kembali atau membatalkan keputusan lama.
d.
Keputusan
ini tidak merupakan rintangan untuk membuat
e.
keputusan
serupa dengan keputusan yang ditarik kembali/dibatalkan;
f.
Keputusan
yang mengandung pernyataan bahwa sesuatu boleh dilaksanakan.
Keputusan
Tetap. Suatu keputusan yang masa berlakunya untuk
waktu sampai diadakan perubahan/penarikan kembali.
Keputusan
Intern. Suatu keputusan yang hanya berlaku untuk
menyelenggarakan hubungan-hubungan ke dalam lingkungan sendiri.
Keputusan
Ekstern. Suatu keputusan yang dibuat untuk
menyelenggarakan hubunganhubungan antara alat administrasi
yang membuatnya dangan swasta/administrable atau antara dua/lebih.
Dispensasi. Suatu keputusan yang meniadakan berlakunya
peraturan perundang-undangan untuk suatu persoalan istimewa. Tujuan dari
penerbitan dispensasi adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan
hukum dengan menyimpang dari syarat-syarat yang telah ditentukan dalam UU.
Ijin. Keputusan yang isinya memperbolehkan suatu
perbuatan yang pada umumnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan, akan
tetapi masih diperkenankan asal saja diadakan seperti yang ditentukan untuk
masing-masing hal yang konkrit. Sebagai contoh : ada suatu peraturan yang
menyatakan dilarang mendirikan bangunan tanpa ijin. Kemudian ada seseorang yang
akan mendirikan lalu minta keputusan/ijin untuk mendirikan bangunan. Keputusan yang
dikeluarkan aparat ini dinamakan ijin.
Lisensi. Suatu keputusan yang isinya merupakan ijin untuk
menjalankan suatu perusahaan.
Konsesi. Suatu keputusan yang isinya merupakan ijin bagi
pihak swasta untuk menyelenggarakan hal-hal yang penting bagi umum.
Sumber pokok hukum kepegawaian di Indonesia,
menurut Utrech (1990) antara lain terdapat dalam Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Intruksi Menteri. Sedangkan menurut Sastra Djatmika dan Marsono
(1995) selain hal tersebut di atas, Ketetapan MPR juga merupakan sumber hukum
kepegawaian di Indonesia. Ia mencontohkan
Ketetapan MPR No. II/MPR/1993, mengenai kebijakan umum angka 41 yang
menyatakan bahwa: Pembangunan Aparatur Negara diarahkan untuk mewujudkan
Aparatur Negara yang handal serta mampu melaksanakan keseluruhan
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dengan efesien, efektif, dan terpadu
yang didukung oleh aparatur negara yang profesional, bertanggung jawab, bersih
dan berwibawa serta menjungjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Sedangkan beberapa Undang-Undang yang berkenaan
dengan hukum kepegawaian, antara lain Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian, yang tercatat dalam lembaran negara No. 55 Tahun 1974.
Undang-undang dikeluarkan sebagai pengganti Undang-Undang No. 18 Tahun 1961
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian, yang tercatat pada lembaran
negera No. 263 Tahun 1961.
Di samping Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawian, terdapat peraturan menyangkut kepegawaian yang dibuat
dalam bentuk undang-undang, yakni Undang-undang N0. 11 tahun 1969 tentang
Pensiunan Pegawai dan Pensiunan Janda/Duda Pegawai, dan Undang-undang No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah, yakni pada beberapa
pasalnya disebutkan menyangkut kepegawaian sipil di daerah serta kepegawaian
sipil pusat yang dipekerjakan/diperbantukan pada pemerintahan daerah otonom.
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang dalam rangka susunan suatu satuan
organisasi. Kalau kedudukan itu berada dalam lingkup pemerintahan, maka jabatan
yang dimaksud adalah jabatan negri. Jabatan negri adalah jabatan yang mewakili
pemerintah.
Jabatan sebagai subyek hukum dalam lapangan HAN
adalah sebagai pendukung hak dan kewajiban, oleh karena itu jabatan juga
memiliki kewenangan hukum sebagaimana pegawai negri. Karena kewenangannya itu
ia berhak melakukan sesuatu yang dibarengi dengan pelaksanaan kewajiban pada
lapangan hukum public
Jabatan-jabatan demikian ini adalah jabatan negara
yaitu jabatan yang mewakili negara. Jabatan itu melekat pada diri seseorang,
maka orang yang memangku jabatan disebut pejabat. Dan kontinuitas jabatan
dapatlah dilihat pada bergantinya penjabat terhadap sesuatu jabatan. Jabatan
bersifat tetap sedangkan penjabat dapat berganti orang yang mendudukinya.
Pegawai negri adalah mereka yang telah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan seorang WNI menjadi
pegawai negri sudah ditentukan dengan tegas. Pegawai negri merupakan pendukung
hak dan kewajiban, dimana ia berhak menerima sesuatu yang yang diperkenankan
tetapi di dalam penerimaan itu kepadanya dibebankan kewajiban
menjalankan/memelihara hak yang diterimanya sesuai peraturan perundang-undangan
pegawai negri merupakan pendukung hak dan kewajiban. Contoh hak dan kewajiban
tersebut diantaranya :
- Hak
menerima gaji dan tunjangan lain yang sah, memperoleh cuti;
-
Hak
untuk memangku suatu jabatan;
- Kewajiban
untuk membayar pajak;
-
Kewajiban untuk melaksanakan tugasnya sesuai
aturan perundang-undangan yang bersumber dari lapangan hukum publik.
Sebagai mana telah disinggung pada bagian
pendahuluan, kedudukan hukum kepegawaian merupakan landasan yang kokoh guna
mewujudkan aparatur pemerintah (pegawai negeri sipil) sebagai penyelenggara
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan untuk lebih berdaya guna dan
berhasil guna. Dalam kaitan itu, hukum kepegawaian mengatur perilaku dan
pembinaan pegawai negeri sipil agar dapat menjadi unsur aparatur negara, abdi
negara, dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, bersih, berwibawa, berdaya guna, dan menjalankan
tugas dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Dalam Undang-undang No.8 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian disebutkan bahwa bahwa pegawai negeri adalah mereka
yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya
yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundangan dan digaji menurut
peraturan perundangan yang berlaku.
Adapun yang dimaksud dengan jabatan negeri adalah
jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan
termasuk di dalamnya jabatan dalam Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi dan
Kepaniteraan Pengadilan.
Pegarai Negeri Sipil, dapat dikatagorikan seperti
:
1.
Pegawai
perusahaan umum dan perusahaan negara yang belum dialihkan bentuknya.
2.
Pegawai
lokal pada perwakilan RI di luar negeri.
3.
Pegawai
dengan ikatan dinas untuk waktu tertentu.
4.
Kepala
kelurahan dan anggota-anggota perangkat kelurahan menurut UU No. 5 Th. 1979
5.
Pegawai
bulanan di samping pensiun.
Dengan kedudukan seperti itu pegawai negeri memiliki
kewajiban-kewajiban dan hak-hak. Kewajiban pegawai negeri adalah sebagai
berikut :
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah. (Pasal 4 UU No. 8 Th.
1974).
2. Mentaati segala peraturan perundangan yang
berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan
penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab (Pasal 5 UU No. 8 Th. 1974).
3. Menyimpan rahasia jabatan. (Pasal 6 UU No.
8 Th. 1974).
4. Mengangkat sumpah/janji pegawai negeri.
(Pasal 26 No. 8 Th. 1974).
5. Mengangkat sumpah/janji jabatan negeri.
(Pasal 27 UU No. 8 Th. 1974).
6. Mentaati kewajiban serta menjauhkan diri
dari larangan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 2 dan 3 Peraturan Pemerintah
No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Selain kewajiban-kewajiban yang herus dilakukan
oleh pegawai negeri, adapun hak-hak yang diperoleh pegawai negeri adalah
sebagai berikut :
1. Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan
tanggung jawabnya (Pasal 7 UU No. 8 Th. 1974).
2. Memperoleh cuti (Pasal 8 UU No. 8 Th.
1974).
3. Memperoleh perawatan bagi yang tertimpa
sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajiban. (Pasal 9 Ayat
(1) UU No. 8 Th. 1974).
4. Memperoleh tunjangan bagi yang menderita
cacad jasmani atau cacad rohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya
yang mengakibatkan tidak dapat bekerja
lagi dalam jabatan apapun juga (Pasal 9 ayat (2) UU No. 8 Th. 1974).
5. Memperoleh uang duka bagi keluarga pegawai
negeri sipil yang meninggal dunia (Pasal 9 ayat (3) UU No. 8 Th. 1974).
6. Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan (Pasal 10 UU No. 8 Th. 1974).
7. Memperoleh kenaikan pangkat reguler (Pasal
18 UU No. 8 Th. 1974).
8. Menjadi peserta TASPEN menurut Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1963.
9. Menjadi peserta ASKES menurut Keputusan
Presiden No. 8 Tahun 1977
Badan-badan Pemerintahan di dalam menjalankan tugasnya,menjalankan
kepentingan masyarakat akan lebih baik jika menggunakan kepunyaan negara
sendiri daripada apabila menyewa atau meminjamnya dari seseorang/swasta. Dalam
menjalankan atau melaksanakan tugasnya, Pemerintah memerlukan fasilitas yang
dapat dimiliki oleh negara. Benda-benda itu dimiliki oleh negara/pemerintah
sebagai subyek hukum yang lain, artinya pemerintah dapat memiliki hak-hak atas
benda-benda itu. Dan benda - benda yang dimiliki oleh pemerintah itu disebut :
Publik Domein atau Staats Domain (kepunyaan publik atau kepunyaan negara). Tentang
publiek domain sebenarnya ditempatkan dibawah aturan hukum biasa yang juga
berlaku pada setiap kepunyaan pada umumnya. Tetapi karena pemiliknya adalah
Pemerintah maka disamping diletakkan dibawah aturan hukum biasa, publiek domain
itu diletakkan juga dibawah aturan – aturan hukum khusus, sehingga timbul adanya
lembaga hukum tertentu yang berkedudukan sebagai kepunyaan Publik.
Menurut
E.Utrecht telah timbul perselisihan paham dikalangan sarjana hukum mengenai
Staats Domain tersebut. Perselisihan itu bermula dengan adanya pembagian
kepunyaan negara sejak Abad , yakni pembagian ke dalam kepunyaan privat dan
kepunyaan publik. Pembagian tersebut pada mulanya dilakukan oleh sarjana
Perancis yaitu Proudhon. Sejak awal
XIX Proudhon telah mengadakan pembagian
tentang kedudukan hukum- hukum dari kepunyaan Negara yaitu :
1.
Kepunyaan Privat meliputi benda-benda yang dipakai
oleh aparat Pemerintah dalam melakukan tugas-tugasnya .Kemanfaatan benda-benda
tersebut secara langsung lebih digunakan oleh Aparatpemerintah
(jarang dipakai oleh Umum)
2.
Kepunyaan publik meliputi benda-benda yang disediakan
oleh Pemerintah untuk dipakai oleh masyarakat.Kemanfatan benda-benda tersebut
dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.
Menempatkan
negara itu sebagai “eigenaar “ atau domain public, dengan alasan- alasan
terutama ketentuan Pasal 519,520,521 dan 523.Dalam pasal-pasal tersebut jelas
UU menyebutkan secara eksplisit bahwa negara dapat menjadi eigenaar terhadap
bendabenda yang dapat dijadikan obyek eigendom . Memang benar bahwa berdasarkan
Pasal II Aturan Peralihan UUD l945,KHUP berlaku di Indonesia. Pada waktu
sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA ) Nomor 5 Tahun l960 (
Lembaran Negara tahun l960 No.104 ), yang dimaksud dengan “Milik Negara “,
ialah “Kepunyaan Negara “( ditempatkan dibawah Hukum yang tercamtum dalam KUH
Perdata – Buku II ).
Dengan
adanya ketentuan yang ditegaskan dalam awal diktum UUPA itu maka di Indonesia,
tidak dikenal adanya pemilikan oleh negara terhadap publik domain agraris,
tetapi hukum di Indonesia hanya mengenai “ hak menguasai “. Jadi jelasnya,berdasarkan
UUPA, negara Indonesia dalam bidang keagrarian tidak mengenal Domein
Verkelaring (Tanah tak bertuan menjadi milik negara) , yang dikenal hanyalah
hak menguasai oleh negara dasar tentang hak menguasai oleh negara ini secara
sangat mendasar ditentukan dalam Pasal
33 ayat ( 3 ) UUD l945, yang berbunyi :” Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat .”
Selanjutnya
Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa :”Bumi,air dan ruang angkasa termasuk kekayaan
yang terkandung didalamnya pada tingkatan tinggi dikuasi oleh negara, sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Sedangkan Pasal 2 ayat ( 2 ) menyatakan
bahwa yang dimaksud hak menguasai oleh negara adalah kewenangan untuk :
a. Mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan,persediaan dan pemeliharaan bumi,air dan ruang
angkasa tersebut .
b.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa
c.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang
angkasa.
Wewenang
yang bersumber pada hak yang menguasai negara tersebut digunakan untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan
kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur(Pasal 2
ayat 3). Hak menguasai dari negara itu, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah Swantantra dan masyarakat Hukum Adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.(Pasal 2 ayat 4).
Di
Indonesia, tata inventarisasi ternyata tidak mengikuti penggolongan barang yang
dibagi berdasarkan barang pribadi dan barang pribadi milik Pemerintah/negara
(PriVaat Domein ), tetapi berdasarkan pada Instruksi Presiden No.3 Tahun l97l
tentang Inventarisasi barang-barang Milik Negara / Kekayaan Negara mensyaratkan
penyusunan daftar inventarisasi atas semua barang – barang milik negara /
kekayaan negara yang ter-dapat dalam lingkungan tipa instansi, baik yang ada di
dalam maupun yang ada di luar negeri, yang berasal / dibeli dengan dana yang
bersumber untuk seluruhnya ataupun sebagiannya dari Anggaran Belanja Negara,
ataupun dengan dana diluar anggaran belanja negara . Surat Keputusan Menteri
Keuangan , Nomor Kep-225/MK/V/4/l97l tentang Pedoman Pelaksanaan tentang
Inventarisasi Barang-Barang Milik Negara / Kekayaan Negara bertanggal 13 April
l971, merumuskan bahwa : barang-barang milik negara / kekayaan negara adalah
meliputi : ....” Semua barang-barang milik negara / kekayaan negara yang
berasal / dibeli dengan dana yang bersumber untuk seluruhnya atau sebagiannya
dari Anggaran Belanja Negara yang berada dibawah pengurusan atau penguasaan
departemen-departemen, Lembaga-lembaga Negara, Lembaga-lembaga
Pemerintahan Non Departemen serta Unit-unit dalam lingkungannyayang terdapat
baik didalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk
kekayaan Negara yang telah dipisahkan (kekayaan perum dan Pesero) dan
barang-barang kepunyaan daerah otonom (Pasal l). Surat Keputusan Menteri
Keuangan, No : Kep-225/MK/V/4/l97l, tanggal 13 April 1971, dimaksud menetapkan
penggolongan barang-barang milik negara/kekayaan negara sebagai berikut :
a.
Barang- barang Tidak Bergerak, yakni, antara lain :
1.
Tanah-tanah kehutanan, pertanian, perkebunan,lapangan
olah raga dan tanah-tanah yang belum dipergunakan.
2.
Gedung-gedung yang dipergunakan untuk
kantor,pabrik-pabrik,bengkel,sekolah, Rumah sakit, studio,laboratorium dan lain-lain
.
3. Gedung-gedung tempat tinggal tetap atau
sementara.
4. Monumen-monumen .
b.
Barang-barang Bergerak yakni antara lain :
1.
Alat-alat besar, seperti : Buldozer,tractor, mesin
pengebor tanah,dan lain-lain.
2.
Peralatan-peralatan yang berada di dalam pabrik, bengkel,
studio, laboratorium,Stasion pembangkit tenaga listrik dan sebagainya.
3.
Peralatan Kantor seperti :mesin tik, mesin stensil,
mesin pembukuan,computer,dan sebagainya.
4.
Semua inventaris perpustakaan dan lain-lain inventaris
barang-barang bercorak Kebudayaan .
5.
Alat-alat pengangkutan, seperti : kapal terbang,kapal
laut, bus, truk,mobil dan lain sebagainya .
6.
Inventaris perlengkapan rumah sakit, asrama, rumah
yatim piatu, rumah penjara dan sebagainya .
c.
Hewan-hewan ,seperti : Sapi, kerbau, kuda, dan
sebagainya .
d.
Barang-barang persediaan, yakni barang-barang yang
disimpandalam gudang Veem atau ditempat penyimpanan lainnya .
Seperti
halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah pun memiliki barang dan kekayaan
(asset ), hal itu terdapat di dalam ketentuan Pasal l dari Surat Keputusan
MenteriKeuangan No-Kep-225/MK/V/4/1971 tanggal 13 April 1971. Cara
Mendapatkan / Jalan Negara Menggunakan “Hak Menguasai “ atas Benda- benda
Publiek Domaine yaitu :
1.Penyerahan secara
sukarela
2.Pertukaran
3.Pembelian
4.Daluwarsa
5.Pencabutan
Dalam kaitan itu setiap barang
yang dibeli, dipergunakan dan disimpan oleh jawatan selalu dicantumkan pada
barang itu label yang bertuliskan “Milik Negara”. Dan pembelian atas barang itu
dilakukan atas nama negara. Sedangkan dinas, dirumuskan sebagai sekelompok
bagian organisasi yang secara khusus mengerjakan suatu tugas fungsional
tertentu yang bersifat homogen. Di bidang administrasi negara, organisasi
demikian ini dinamakan dinas publik, yaitu organisasi yang bertugas
menyelenggarakan kepentingan umum. Oleh karena itu ia berhak bertindak atas
nama negara dan berkewajiban menyelenggarakan tugas-tugas kenegaraan secara
fungsional.
Daerah ini adalah suatu kesatuan wilayah dalam
organisasi negara yang karena kelahirannya disebabkan mungkin didasarkan atas
hak swapraja yang diakui ataukah karena hak otonom yang diperolehnya. Sebagai
kesatuan wilayah di dalam perkembangannya ia berhak mengurus dan mengatur rumah
tangganya sendiri dalam wilayah kekuasaan negara. Dengan haknya yang demikian
itu ia berkewajiban menyelenggarakan kepentingan umum.
Ukuran yang
digunaklan dalam menentukan peradilan mana yang berwenang ilalah ; Pokok
sengketa ( fundamentum petendi). Bila pokok sengketa terletak dalam lapangan
hukum publik, maka hakim administrasi yang berwenang memutuskannya. Bila pokok
sengketa terletak di lapangan hukum perdata, maka hakim perdata/ hakim biasa
yang berwenang. 2. BUYS Ukuran yang dipakai untuk menenukan kewenangan
peradilan ialah : Pokok dalam perselisihan ( obyektum litis ). Bila seseorang
dirugikan dalam hak privatnya dan mengajukan ganti rugi, berarti obyek
perselisihannya berupa hak privat, maka perkara tersebut harus diselesaikan
oleh hakim biasa. Meskipun sengketa terletak dalam lapangan hukum publik, bila
hak privat yang merupakan pokok perselisihan maka yang berwenang adalah hakim
biasa. 8. Pengajuan Gugatan di PTUN Suatu gugatan dapat diajukan ke PTUN bila
memenuhi syarat-syarat yaitu : a. Penggugat hanya orang atau badan hukum
perdata b. Tergugat hanya badan atau pejabat pemerintah. c. Isi gugatan :
Keputusan pemerintah yang tertulis konkrit, individual dan final. d. Isi
tuntutan : Penggugat mengajukan tuntutan agar keputusan pemerintah yang
disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi. 9. Alasan Gugatan a. Bila keputusan tata usaha Negara bertentangan dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku misalnya : 1. Cacat prosedur yaitu cacat
dalam tata cara pembuatan keputusan. 2. Cacat mengenai isi keputusan itu. 3.
Cacat mengenai wewenang. b. Bila badan atau pejabat pemerintah pada waktu
mengeluarkan keputusan telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan laindari
maksud diberikannya wewenang itu. Telah terjadi penyalahgunaan wewenang (de
tournament de pouwier) c. Bila badan atau pejabat pemerintah pada waktu
mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua
kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada
pengambilan atau tidak mengambil keputusan tersebut. 10. Keputusan Pengadilan
dapat berupa a. Gugatan ditolak b. Gugatan dikabulkan c. Gugatan tidak diterima
d. Gugatan gugur
Bila gugatan
dikabulkan, maka keputusan dapat berupa : a. Pencabutan keputusan pemerintah
yang bersangkutan. b. Dapat memberikan keputusan baru, setelah mencabut
keputusan pemerintah yang bersangkutan. c. Menerbitkan suatu keputusan dalam
hal pemerintah tidak mengeluarkan keputusan.
Pejabat pemerintah atau alat administrasi negara
tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau
menjadi wewenang pejabat atau badan lain. Dengan demikian apabila suatu
instansi pemerintah atau pejabat pemerintah atau alat administrasi negara
diberi kekuasaan untuk memberikan keputusan tentang suatu kasus (masalah
konkrit), maka keputusan yang dibuat tidak boleh digunakan untuk maksud-maksud
lain terkecuali untuk maksud dan tujuan yang berhubungan dengan diberikannya kekuasaan/wewenang
tersebut.
Alat administrasi negara dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh
bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang
pejabat atau badan lain.
Oleh karena itu alat administrasi negara/aparatur
negara/aparatur pemerintah dalam mengambil keputusan/ketetapan tidak boleh
melampoi batas keadilan dan kewajaran apabila ada AAN yang bertindak
bertentangan dengan asas ini maka keputusannya dapat dibatalkan dengan alasan
tindakannya dilakukan dengan sewenangwenang. Dengan demikian asas ini menuntut
ditegakkannya aturan hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.