Free Catbert Cursors at www.totallyfreecursors.com
ini dunia mayaku: Resume Buku HAN E.Utrech

SeLaMaT DaTanG

Semoga apa yang anda cari dan butuhkan ada di blog ini... Dan semoga membantu anda. Mohon maaf ketidaknyamanan pengunjung beberapa link tidak ditemukan. Untuk respon cepat bisa hubungi / lihat INFORMASI atau email langsung dan diusahakan tidak mendesak. :) Terimakasih kunjungan anda

DafTar LaBeL

Senin, 29 April 2013

Resume Buku HAN E.Utrech


RESUME BUKU  HUKUM ADMINISTRASI



 










Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh
Nilai Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara

 


Disusun Oleh :

I KOMANG W                      D1112006
NADIA OKKI A                    D1112011
PETRA LUGAS N                 D1112012



PROGRAM STUDI NON REG ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013


INDEX

Judul buku      : PENGANTAR HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA
Penulis            : E. UTRECHT / MOH. SALEH DJINDANG, SH
Penerbit          : PT Ichtiar Baru
Cetakan ke     : IX ( 9 )
Tebal              : 220 halaman + viii halaman
























DAFTAR ISI

 
















BAB I

OBYEK HUKUM ADMNISTRASI NEGARA

Par 1 Bidang Administrasi Negara 

Pengertian Administrasi Negara Menurut Utrecht :
”gabungan jabatan ( aparat/alat ) administrasi yang dibawah pimpinan pemerintah ) Presiden dan para Menteri) melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah (tugas pemerintah) yang tidak diserahkan pada badan perundang-undangan dan kehakiman”. 
Utrecht bertitik tolak pada Teori Sisa atau Teori Residu / Atrek Theorie.
E.Utrech mendefinisikan Hukum Administrasi Negara
“Hukum Administarsi Negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan agar memungkinkan para pejabat pemerintahan Negara melakukan tugas mereka secara khusus”.

Menurut Utrecht, dalam Hukum Administrasi Negara terkandung 2 (dua) aspek, yaitu:
Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya, dan Aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan hukum (rechtsbetreking) antara alat perlengkapan administrasi atau pemerintah dengan para warganegaranya.
Hukum Administrasi Negara” meninjau pengertian Administrasi Negara/Tata Usaha Negara dan Pemerintah dari dua (2) segi :
b)   Tanpa pengaruh teori Trias Politika, dikemukakan oleh AM Donner bahwa Administrasi negara adalah badan yang melaksanakan/menyelenggarakan tujuan negara. Pendapat ini dikemukakan oleh Donner karena dia meninjau dari segi fungsi negara yakni sebagai penentu tujuan negara.
WF Prins membedakan pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas : seluruh kekuasaan yang ada dalam suatu negara (legislative, eksekutif, yudikatif, dan polisionil), jadi identik dengan negara. Pemerintah dalam arti sempit : kekuasaan yang mempunyai tugas khusus, yakni melaksanakan tujuan dari peraturan perundangan (eksekutif).
Banyak jenis pemerintahan yang tidak dapat dipandang sebagai pelaksanaan dari undang undang seperti pemberian subsidi tertentu, atau tugas melaksanakan pekerjaan umum. Hukum administrasi negara di tahun-tahun akhir ini telah berkembang perhatian yang luas terhadap keputusan keputusan yang bersifat umum, yakni rencana-rencana, peraturan-peraturan kebijaksanaan, juga peraturan pemberian kuasa (wewenang). Tetapi perhatian itu lebih banyak terarah pada suatu pendekatan aturan-aturan yang sah dari sudut pandang hukum administrasi, bukan pada suatu pendekatan dari sudut hukum politik tata negara.
1.      Teori Dwipraja
Donner berpendapat, bahwa pemerintahan dalam arti luas dibagi menjadi dua tingkatan yaitu :
a.           Alat-alat pemerintahan yang menentukan hukum negara / politik negara.
b.          Alat-alat perlengkapan pemerintahan yang menjalankan politik negara yang telah ditentukan.
2.      Teori Tripraja (Trias Politika) teori ini ada dua tokoh yaitu t :
a. John Locke, abad ke 17 membagi kekuasaan Negara dalam tiga bagian, yang masing-masing berdiri sendiri dan dipegang oleh alat-alat perlengkapan tersendiri pula yaitu :
i.         Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan yang membuat peraturan/undang-undang.
ii.       Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang undang.
iii.      Kekusaan Federatif, yaitu kekuasaan yang tidak termasuk kekuasaan Legislatif dan kekuasaan eksekutif seperti hubungan luar negeri.
       b.  Montesqueiu membagi kekuasaan negara kedalam tiga bagian yang masing-masing terpisah satu dengan yang lainnya dan dipegang oleh alat-alat perlengkapan Negara yaitu :
i.         Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan.
ii.       Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan untuk menjalankan peraturan
iii.      Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan mengadili mempertahankan
peraturan.
3.      Teori Catur Praja.
Teori ini dikemukakan oleh Van Vollen Hoven dengan teori Residunya/ aftrek teori yang membagi kekuasaan atau fungsi pemerintah menjadi empat bagian yaitu :
a.       Fungsi Bestuur / fungsi pemerintah. Pemerintah mempunyai tugas yang sangat luas, yaitu tidak hanya melaksanakan peraturan saja, akan tetapi pemerintah mencampuri urusan kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya dan politik maupun melaksanakan kepentingan umum
b.      Fungsi Politie atau fungsi polisi yaitu melaksanakan pengawasan secara preventif yang berupa paksaan pada warga untuk mentaati suatu ketertiban umu/hukum agar tata tertib dalam masyarakat tetap terpelihara.
c.       Fungsi Justitie/Fungsi mengadili. Kekuasaan mengadili juga berfungsi sebagai pengawasan yang represif yang berarti fungsi ini melaksanakan yang konkrit yaitu menyelesaikan suatu perselisihan dengan berdasarkan undang-undang dan dengan seadiladilnya.
d.      Fungsi Regelaar/Fungsi Pengaturan yaitu melaksanakan tugas perundang-undangan artinya setiap peraturan yang dikeluarkan mempunyai daya ikat bagi masyarakat.
4.      Teori Pancapraja
Menurut Lamaire. Pemerintah mempunyai lima fungsi yaitu :
a.       Bestuurszorg ( yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum)
b.      Bestuur (pemerintahan dalam arti sempit)
c.       Politie (kekuasaan polisi)
d.      Justitie (kekuasaan mengadili)
e.       Regelaar (kekuasaan mengatur)
Hukum administrasi berisi peraturan-peraturan yang menyangkut “administrasi”. Administrasi sendiri berarti “bestuur” (pemerintah). Dengan demikian, hukum administrasi (administratief recht) dapat juga disebut dengan hukum tata pemerintahan (bestuursrecht). Pemerintah (bestuur) juga dipandang sebagai fungsi pemerintahan (bestuursfunctie) yang merupakan penguasa yang tidak termasuk pembentukan UU dan peradilan.

Par 2 Hukum Administrasi Negara Indonesia sebagi Penyelenggara UUD dan Pembangunan

Menurut Utrecht, ada Sembilan macam penyelenggaraan kepentingan kolektif oleh administrasi negara (Pemerintahan), yang bertindak adalah:
1.    Administrasi Negara sendiri (pemerintahan);
2.    Subyek hukum (badan hukum) lain, yang tidak termasuk administrasi negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah. Hubungan istimewa (khusus) ini diatur oleh hukum publik dan hukum privat (misalnya pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan asing berdasarkan undang-undang penanaman modal asing di Indonesia);
3.    Subyek hukum lain, yang tidak termasuk administrasi negara dan yang menjalankan pekerjaannya berdasarkan konsesi (consessie) atau ijin (vergunning) dari pemerintah;
4.    Subyek hukum, yang tidak termasuk admnistrasi negara dan yang diberi subsidi oleh pemerintah, misalnya Lembaga Pendidikan Swasta;
5.    Pemerintah bersama-sama dengan subyek hukum lain (beberapa subyek hukum) yang tidak termasuk administrasi negara, dan kedua belah pihak itu tergabung dalam bentuk kerja sama (vorm van samenwerking) tertentu yang diatur oleh hukum privat, misalnya pemerintahan bergabung dalam Perseroan Terbatas, yang dewan direksinya ada wakil pemerintah, atau pemerintah mendirikan Perseroan Terbatas;
6.    Yayasan yang didirikan atau diawasi pemerintah;
7.    Kooperasi yang didirikan atau diawasi pemerintah;
8.    Perusahaan Negara;
9.    Subyek hukum lain yang tidak termasuk admnistrasi negara, tetapi diberi suatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan).

Par 3 Hukum Administrasi Negara, Ilmu Pemerintahan dan Public Administration

Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai “hukum antara” (Poly-Juridisch Zakboekje h. B3/4). Sebagai contoh Izin Bangunan. Dalam memberikan izin penguasa memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan. Dalam hal demikian, pemerintah menentukan syarat-syarat keamanan. Disamping itu bagi yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “hampir setiap peraturan berdasarkan hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut).
Menurut isinya hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Sedangkan Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara.
Hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain lapangan pekerjaan administrasi negara diatur dalam HTN, Hukum Privat dan sebagainya. Pengertian HAN tidak identik dengan pengertian “hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara". Maka dapat dikatakan bahwa HAN adalah suatu sub sistem dari Administrasi negara.

Par 4 Hukum Administrasi Negara Sebagai Himpunan Peraturan Peraturan Istimewa

Perbuatan hukum bersegi dua ini tidak diatur dalam hukum privat akan tetapi diatur oleh suatu hukum yang bersifat istimewa dalam hal ini hukum publik. Bertitik tolak dari pandangan ini, maka pemerintah dapat juga melakukan perjanjian kerja yang sesungguhnya diatur dalam KUH Perdata di mana perjanjian itu karena sifatnya istimewa dimaksudkan sebagai perjanjian menurut hukum publik.
Sedangkan yang dipelajari dalam HAN/HTP yaitu sifat, bentuk dan akibat hukum yang timbul karena perbuatan hukum istimewa yang dilakukan oleh para pejabat dalam menjalankan tugasnya.

Par 5 Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara

Menurut Van Vollenhoven, secara teoretis Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan Negara, baik tinggi maupun rendah ketika alat-alat itu akan menggunakan kewenangan ketatanegaraan. Pada pihak yang satu terdapatlah hukum tata negara sebagai suatu kelompok peraturan hukum yang mengadakan badan-badan kenegaraan, yang memberi wewenang kepada badan-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah serta memberi bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut yang tinggi maupun yang rendah
Van Vollenhoven menyatakan bahwa yang termasuk di dalam HAN, adalah semua peraturan hukum nasional sesudah dikurang HTN materiil, hukum perdata materiil dan hukum pidana materiil. Hubungan antara HTN dengan HAN, yaitu bahwa badan-badan kenegaraan memperoleh wewenang dari HTN dan badan-badan kenegaraan itu menggunakan wewenangnya harus berdasarkan atau sesuai dengan HAN.
Logeman mengemukakan bahwa HTN merupakan suatu pelajaran tentang kompetensi, sedangkan HAN/HTP merupakan suatu pelajaran tentang perhubungan-perhubungan hukum istimewa. Menurutnya HTN mempelajari :
a.    Jabatan-jabatan apa yang ada dalam susunan suatu negara;
b.    Siapa yang mengadakan jabatan tersebut;
c.    Dengan cara bagaimana jabatan-jabatan itu ditempati oleh pejabat;
d.    Fungsi/lapangan kerja dari jabatan-jabatan itu;
e.    Kekuasaan hukum dari jabatan-jabatan itu;
f.      Hubungan antara masing-masing jabatan;
g.    Dalam batas-batas manakah organ-organ kenegaraan dapat melakukan tugasnya.
Kranenburg, Prins dan Prajudi Atmosudirdjo menyatakan
”antara HAN dengan HTN tidak ada perbedaan yuridis prinsipiil, perbedaan yang ada hanya pada titik berat/fokus pembahasan. HTN fokusnya adalah hukum rangka dasar dari negara sebagai keseluruhan, sedangkan HAN fokusnya merupakan bagian khusus dari HTN”.
Kranenburg menyatakan
”bahwa kalau di dalam praktek ada perbedaan, hanya karena untuk mencapai kemanfaatan dalam penyelidikan. Menurutnya yang digolongkan dalam HTN adalah peraturan-peraturan yang mengatur struktur umum dari suatu pemerintahan negara, misalnya UUD dan UU organic (UU yang mengatur daerah-daerah otonom), HAN berisi UU dan peraturan khusus misalnya : hukum kepegawaian”.
Prinsip mengemukakan bahwa HTN mempelajari hal-hal yang fundamental yang merupakan dasar-dasar dari negara dan langsung menyangkut tiap-tiap warga negara, sedangkan HAN menitik beratkan pada hal-hal yang teknis saja, yang hanya penting bagi para spesialis. Disendirikannya HAN dari HTN tidak karena adanya perbedaan tugas antara HTN dan HAN, akan tetapi karena sudah sedemikian berkembangnya HAN, sehingga memerlukan perhatian tersendiri bukan sebagai tambahan/sampiran HTN saja.

Par 6 Sumber Hukum Administrasi Negara

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat diketemukannya hukum.
Sumber hukum materiil berupa hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat, yang berupa kaidah-kaidah tuntunan pedoman hidup yang lebih baik sebab yang berasal dari masa lampau berasal dari perjanjian leluhur itulah yang merupakan hukum yang betul-betul. Kaidah itu seperti Pancasila yang memiliki 5 sila kesatuan.
Sumber hukum formil adalah sumber hukum materiil yang sudah dibentuk melalui proses-proses tertentu, sehingga sumber hukum tadi menjadi berlaku umum dan ditaati berlakunya oleh umum. Ada beberapa sumber hukum formil Hukum Administrasi Negara :
a.    Undang-undang (dalam arti luas);
b.    Kebiasaan/praktek Alat Tata Usaha Negara;
c.    Yurisprudensi;
d.    Doktrin/pendapat para ahli;




















BAB II

BENTUK - BENTUK PERBUATAN PERBUATAN PEMERINTAH


Par 1 Bermacam macam Perbuatan Administrasi Negara

Menurut E. Utrecht mendefinisikan perbuatan pemerintah ialah
tiap-tiap perbuatan yang dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menyelenggarakan kepentingan umum, termasuk perbuatan mengadakan peraturan maupun perbuatan mengadakan ketetapan atau perjanjian.
Macam-Macam Perbuatan Pemerintah Perbuatan pemerintah dapat digolongkan dalam dua macam, yaitu :
1.    Perbuatan pemerintah berdasarkan hukum (Recht Handilugen). Perbuatan hukum dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu :
1.1       Perbuatan hukum privat(sipil). Pemerintah mengadakan hubungan hukum berdasarkan hukum privat. Menurut Prof. Krobbe Kranenburg, Vegtig, Donner dan Hassh, bahwa pejabat administrasi Negara dalam menjalankan tugasnya dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan hukum privat, umpanya perbuatan sewa-menyewa, jual-beli tanah dan perjanjian-perjanjian lainnya.
1.2       Perbuatan hukum publik. Perbuatan hukum dalam lapangan Hukum Publik ada dua macam yaitu :
a.    Perbuatan Hukum Publik bersegi dua, yaitu adanya dua kehendak/ kemauan yang terikat, misalnya dalam perjanjian/ kontrak kerja.
b.    Perbuatan Hukum Publik bersegi satu, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dari satu pihak yaitu perbuatan dari pemerintah itu sendiri.
2.    Perbuatan pemerintah berdasarkan bukan hukum (Fiete Logtie Handilugen)
Istilah Beschikking berasal dari Bahasa Belanda. Beberapa sarjana memberikan terjemahan yang berbeda-beda terhadap istilah Beschikking. Utrecht menterjemahkan sebagai Ketetapan. Istilah ketetapan dapat diartikan dan atau terpisah. dengan Ketetapan MPR, sedangkan Ketetapan MPR termasuk dalam bidang politik sehingga dapat dinilai kedudukannya terlalu tinggi. Ketetatapan dalam administrasi/ alat-alat perlengkapan Negara hanya merupakan peraturan pelaksana dalam bidang administrative saja. Beschikking sebagai keputusan,

Par 2 Peraturan dan Ketetapan, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Penetapan Presiden dan Ketetapan MPRS dan MPR

Bentuk-bentuk dan Tata urutan peraturan perundangan menurut ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh ketetapan MPR No. V/MPR/1973) adalah sebagai berikut :
a)    Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945).
b)   Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (ketetapan MPR).
c)    Undang-Undang (UU) dan peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU).
d)   Peraturan Pemerintah (PP).
e)    Keputusan Presiden (KEPPRES).
f)     Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.

Par 3 Syarat syarat yang harus dipenuhi agar ketetapan adalah ketetapan sah

Ketetapan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dikatakan batal, tiga kategori batal adalah :
1.    Batal mutlak, artinya bahwa perbuatan oleh hukum dianggap tidak pernah ada, sehingga tidak menimbulkan akibat hukum.
2.    Batal karena hukum, artinya akibat suatu pebuatan tersebut oleh hukum dianggap tidak ada (hapus), baik sebagian maupun seluruhnya, tanpa memerlukan keputusan hakim (keputusan alat perlengkapan negara yang berwenang).
3.    Dapat dibatalkan, artinya bahwa suatu perbuatan dianggap ada sampai adanya permintaan pembatalan atau ada pembatalan dari alat perlengkapan negara yang berwenang.
Syarat yang harus dipenuhi di dalam pembuatan keputusan (Vander Pot), yaitu :
a.    Dibuat oleh alat yang berwenang/berkuasa;
b.    Dalam kehendak alat yang berkuasa tidak boleh ada kekurangan yuridis;
c.    Bentuk keputusan dan tata cara pembuatannya harus sesuai dengan peraturan dasarnya;       
d.    Isi dan tujuan keputusan harus sesuai debngan isi dan tujuan dari peraturan yang menjadi dasarpembuatan keputusan tersebut.
Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Keputusan Harus Sesuai dengan Peraturan Dasarnya.
Bentuk Keputusan :
a) Lisan;
b) Tertulis
Keputusan dapat dibuat secara lisan apabila :
1.    Tidak membawa akibat yang kekal dan tidak begitu penting di dalam HAN;
2.    Bilamana oleh Alat AN yang mengeluarkan keputusan dikehendaki akibat yang timbul dengan segera.
Kekurangan yuridis di dalam pembuatan keputusan/ketetapan bisa terjadi kerena :
a.    Dwaling = salah kira
b.    Dwang = paksaan
c.    Bedrog = tipuan

Par 4 Kekuasaan hukum dari ketetapan sah

Kekuatan hukum suatu keputusan dapat berwujud kekuatan hukum formil dan kekuatan hukum materiil. Apabila keputusan tadi sudah tidak bisa dibantah lagi oleh suatu alat hukum biasa.
Prins mengemukakan ada enam (6) asas yang harus diperhatikan oleh alat administrasi negara dalam menarik kembali suatu keputusan/ketetapan yang telah dikeluarkan, yakni :
1.    suatu keputusan/ketetapan yang dibuat karena yang berkepentingan menggunakan tipuan, dapat ditiadakan sejak semula;
2.    keputusan yang isinya belumdiberitahukan padayang bersangkutan maksudnya pihak administrable atau pihak yang dikenai keputusan;
3.    suatu keputusan yang diberikan kepada pihak administrable dengan syarat-syarat tertentu tapi administrable tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan;
4.    suatu keputusan yang bermanfaat bagi administrable tidak boleh ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu terlewati;
5.    tidak diperbolehkan kembali menarik keputusan yang akan membawa kerugian yang lebih besar bagi administrable dibandingkan dengan kerugian yang diderita negara;
6.    menarik kembali/mengubah suatu keputusan harus diadakan menurut acara/formalitei seperti yang ditentukan dalam pera peraturan dasar dari pembuatan keputusan tersebut.
Suatu keputusan/ketetapan dikatakan tidak sah apabila keputusan/ketetapan tadi tidak mengandung kekurangan yang esensial atau dapat dikatakan bahwa keputusan adalah sah apabila sudah diterima sebagai bagian dari ketertiban hukum. Sedangkan keputusan/ketetapan dianggap tidak sah apabila keputusan tadi mengandung kekurangan yang esensial sehingga tidak dapat diterima menjadi bagian dari ketertiban hukum.

Par 5 Macam Ketetapan

Keputusan/Ketetapan Positif. Keputusan/ketetapan yang demikian ini adalah suatu keputusan yang menimbulkan keadaan hukum baru bagi pihak yang dikenai keputusan. Akibat akibat yang timbul dengan dikeluarkannya keputusan/ketetapan positif dapat diklasifikasikan menjadi lima (5) golongan, yaitu :
1.    Keputusan/ketetapan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi pihak yang dikenai keputusan. Contoh : Keputusan pemberian Izin Usaha Perdagangan;
2.    Keputusan/ketetapan yang mengakui keadaan hukum baru bagi obyek tertentu. Contoh : keputusan mengenai perubahan status Perguruan Tinggi di dalam akreditasi dari B ke A;
3.    Keputusan/ketetapan yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya suatu badan hukum. Contoh keputusan Menteri Kehakiman dan HAM yang menyetujui AD dari sebuah PT sehingga menjadi badan hukum;
4.    Keputusan/ketetapan yang memberikan hak-hak baru kepada pihak yang dikenai keputusan/ketetapan. Contoh : pemberian SK pengangkatan PNS;
5.    Keputusan/ketetapan yang membebankan kewajiban baru kepada pihak yang dikenai keputusan/ketetapan. Contoh : Keputusan mengenai penetapan wajib pajak;
Keputusan/Ketetapan Negatif. Suatu keputusan/ketetapan yang tidak merubah keadaan hukum tertentu yang telah ada bagi pihak administrable. Keputusan negative dapat berupa pernyataan :
a.       Tidak berkuasa/tidak berhak;
b.      Tidak diterima;
c.       Penolakan.
Keputusan Deklaratour. Suatu keputusan yang menyatakan hukum, mengakui suatu hak yang sudah ada, menyatakan bahwa yang bersangkutan dapat diberikan haknya karena sudah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Keputusan ini adalah hasil perbuatan AAN untuk melaksanakan ketentuan UU ke dalam peristiwa konkrit. Keputusan deklaratour ini sering juga disebut “hukum in concreeto”, yaitu hukum yang mengatur hal yang nyata, hanya berlaku pada orang-orang tertentu/menyebut seseorang saja yakni yang namanya tercantum dalam keputusan.
Keputusan Konstitutif. Suatu keputusan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi pihak yang diberi keputusan, sering disebut dengan keputusan yang membuat hukum. Keputusan ini pada umumnya dikeluarkan dengan menggunakan kebijaksanaan yang dipunyai oleh AAN (Freis Ermessen) dan tidak terlalu terikat pada peraturan Perundangan-undangan.
Keputusan Kilat. W.F Prins menyebutkan ada 4 jenis keputusan ini yaitu :
a.    Keputusan yang bermaksud merubah teks/redaksi keputusan yang lama;
b.    Keputusan negatif. Keputusan semacam ini tidak merupakan halangan untuk mengeluarkan keputusan lagi bila keadaan telah berubah;
c.    Keputusan yang menarik kembali atau membatalkan keputusan lama.
d.    Keputusan ini tidak merupakan rintangan untuk membuat
e.    keputusan serupa dengan keputusan yang ditarik kembali/dibatalkan;
f.      Keputusan yang mengandung pernyataan bahwa sesuatu boleh dilaksanakan.
Keputusan Tetap. Suatu keputusan yang masa berlakunya untuk waktu sampai diadakan perubahan/penarikan kembali.
Keputusan Intern. Suatu keputusan yang hanya berlaku untuk menyelenggarakan hubungan-hubungan ke dalam lingkungan sendiri.
Keputusan Ekstern. Suatu keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan hubunganhubungan antara alat administrasi yang membuatnya dangan swasta/administrable atau antara dua/lebih.
Dispensasi. Suatu keputusan yang meniadakan berlakunya peraturan perundang-undangan untuk suatu persoalan istimewa. Tujuan dari penerbitan dispensasi adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum dengan menyimpang dari syarat-syarat yang telah ditentukan dalam UU.
Ijin. Keputusan yang isinya memperbolehkan suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan, akan tetapi masih diperkenankan asal saja diadakan seperti yang ditentukan untuk masing-masing hal yang konkrit. Sebagai contoh : ada suatu peraturan yang menyatakan dilarang mendirikan bangunan tanpa ijin. Kemudian ada seseorang yang akan mendirikan lalu minta keputusan/ijin untuk mendirikan bangunan. Keputusan yang dikeluarkan aparat ini dinamakan ijin.
Lisensi. Suatu keputusan yang isinya merupakan ijin untuk menjalankan suatu perusahaan.
Konsesi. Suatu keputusan yang isinya merupakan ijin bagi pihak swasta untuk menyelenggarakan hal-hal yang penting bagi umum.









BAB III

HUKUM KEPEGAWAIAN


Par 1 Sumber - sumber hukum kepegawaian

Sumber pokok hukum kepegawaian di Indonesia, menurut Utrech (1990) antara lain terdapat dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden,  Peraturan Menteri,  Keputusan Menteri, Intruksi Menteri.  Sedangkan menurut Sastra Djatmika dan Marsono (1995) selain hal tersebut di atas, Ketetapan MPR juga merupakan sumber hukum kepegawaian di Indonesia. Ia mencontohkan  Ketetapan  MPR  No. II/MPR/1993,  mengenai kebijakan umum angka 41 yang menyatakan bahwa: Pembangunan Aparatur Negara diarahkan untuk mewujudkan Aparatur Negara yang handal serta mampu melaksanakan keseluruhan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dengan efesien, efektif, dan terpadu yang didukung oleh aparatur negara yang profesional, bertanggung jawab, bersih dan berwibawa serta menjungjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Sedangkan beberapa Undang-Undang yang berkenaan dengan hukum kepegawaian, antara lain Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang tercatat dalam lembaran negara No. 55 Tahun 1974. Undang-undang dikeluarkan sebagai pengganti Undang-Undang No. 18 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepegawaian, yang tercatat pada lembaran negera No. 263 Tahun 1961. 
Di samping Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawian, terdapat peraturan menyangkut kepegawaian yang dibuat dalam bentuk undang-undang, yakni Undang-undang N0. 11 tahun 1969 tentang Pensiunan Pegawai dan Pensiunan Janda/Duda Pegawai, dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah, yakni pada beberapa pasalnya disebutkan menyangkut kepegawaian sipil di daerah serta kepegawaian sipil pusat yang dipekerjakan/diperbantukan pada pemerintahan daerah otonom.


Par 2 Pengertian ”jabatan”, ”penjabat”,”pegawai” dan ”hubungan dinas publik”.

Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang dalam rangka susunan suatu satuan organisasi. Kalau kedudukan itu berada dalam lingkup pemerintahan, maka jabatan yang dimaksud adalah jabatan negri. Jabatan negri adalah jabatan yang mewakili pemerintah.
Jabatan sebagai subyek hukum dalam lapangan HAN adalah sebagai pendukung hak dan kewajiban, oleh karena itu jabatan juga memiliki kewenangan hukum sebagaimana pegawai negri. Karena kewenangannya itu ia berhak melakukan sesuatu yang dibarengi dengan pelaksanaan kewajiban pada lapangan hukum public
Jabatan-jabatan demikian ini adalah jabatan negara yaitu jabatan yang mewakili negara. Jabatan itu melekat pada diri seseorang, maka orang yang memangku jabatan disebut pejabat. Dan kontinuitas jabatan dapatlah dilihat pada bergantinya penjabat terhadap sesuatu jabatan. Jabatan bersifat tetap sedangkan penjabat dapat berganti orang yang mendudukinya.
Pegawai negri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan seorang WNI menjadi pegawai negri sudah ditentukan dengan tegas. Pegawai negri merupakan pendukung hak dan kewajiban, dimana ia berhak menerima sesuatu yang yang diperkenankan tetapi di dalam penerimaan itu kepadanya dibebankan kewajiban menjalankan/memelihara hak yang diterimanya sesuai peraturan perundang-undangan pegawai negri merupakan pendukung hak dan kewajiban. Contoh hak dan kewajiban tersebut diantaranya :
-       Hak menerima gaji dan tunjangan lain yang sah, memperoleh cuti;
-       Hak untuk memangku suatu jabatan;
-       Kewajiban untuk membayar pajak;
-       Kewajiban untuk melaksanakan tugasnya sesuai aturan perundang-undangan yang bersumber dari lapangan hukum publik.

Par 3 Kedudukan hukum dari pegawai menurut hukum positif Indonesia

Sebagai mana telah disinggung pada bagian pendahuluan, kedudukan hukum kepegawaian merupakan landasan yang kokoh guna mewujudkan aparatur pemerintah (pegawai negeri sipil) sebagai penyelenggara tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan untuk lebih berdaya guna dan berhasil guna. Dalam kaitan itu, hukum kepegawaian mengatur perilaku dan pembinaan pegawai negeri sipil agar dapat menjadi unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bersih, berwibawa, berdaya guna, dan menjalankan tugas dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Dalam Undang-undang No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian disebutkan bahwa bahwa pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundangan dan digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku.
Adapun yang dimaksud dengan jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan termasuk di dalamnya jabatan dalam Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi dan Kepaniteraan Pengadilan.
Pegarai Negeri Sipil, dapat dikatagorikan seperti :
1.    Pegawai perusahaan umum dan perusahaan negara yang belum dialihkan bentuknya.
2.    Pegawai lokal pada perwakilan RI di luar negeri.
3.    Pegawai dengan ikatan dinas untuk waktu tertentu.
4.    Kepala kelurahan dan anggota-anggota perangkat kelurahan menurut UU No. 5 Th. 1979
5.    Pegawai bulanan di samping pensiun.
Dengan kedudukan seperti itu pegawai negeri memiliki kewajiban-kewajiban dan hak-hak. Kewajiban pegawai negeri adalah sebagai berikut :
1.    Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah. (Pasal 4 UU No. 8 Th. 1974).
2.    Mentaati segala peraturan perundangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab (Pasal 5 UU No. 8 Th. 1974).
3.    Menyimpan rahasia jabatan. (Pasal 6 UU No. 8 Th. 1974).
4.    Mengangkat sumpah/janji pegawai negeri. (Pasal 26 No. 8 Th. 1974).
5.    Mengangkat sumpah/janji jabatan negeri. (Pasal 27 UU No. 8 Th. 1974).
6.    Mentaati kewajiban serta menjauhkan diri dari larangan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 2 dan 3 Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Selain kewajiban-kewajiban yang herus dilakukan oleh pegawai negeri, adapun hak-hak yang diperoleh pegawai negeri adalah sebagai berikut :
1.    Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan tanggung jawabnya (Pasal 7 UU No. 8 Th. 1974).
2.    Memperoleh cuti (Pasal 8 UU No. 8 Th. 1974).
3.    Memperoleh perawatan bagi yang tertimpa sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajiban. (Pasal 9 Ayat (1) UU No. 8 Th. 1974).
4.    Memperoleh tunjangan bagi yang menderita cacad jasmani atau cacad rohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan  tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga (Pasal 9 ayat (2) UU No. 8 Th. 1974).
5.    Memperoleh uang duka bagi keluarga pegawai negeri sipil yang meninggal dunia (Pasal 9 ayat (3) UU No. 8 Th. 1974).
6.    Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan (Pasal 10 UU No. 8 Th. 1974).
7.    Memperoleh kenaikan pangkat reguler (Pasal 18 UU No. 8 Th. 1974).
8.    Menjadi peserta TASPEN menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1963.
9.    Menjadi peserta ASKES menurut Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1977

BAB IV

MILIK NEGARA DAN MILIK PUBLIK


Badan-badan Pemerintahan di dalam menjalankan tugasnya,menjalankan kepentingan masyarakat akan lebih baik jika menggunakan kepunyaan negara sendiri daripada apabila menyewa atau meminjamnya dari seseorang/swasta. Dalam menjalankan atau melaksanakan tugasnya, Pemerintah memerlukan fasilitas yang dapat dimiliki oleh negara. Benda-benda itu dimiliki oleh negara/pemerintah sebagai subyek hukum yang lain, artinya pemerintah dapat memiliki hak-hak atas benda-benda itu. Dan benda - benda yang dimiliki oleh pemerintah itu disebut : Publik Domein atau Staats Domain (kepunyaan publik atau kepunyaan negara). Tentang publiek domain sebenarnya ditempatkan dibawah aturan hukum biasa yang juga berlaku pada setiap kepunyaan pada umumnya. Tetapi karena pemiliknya adalah Pemerintah maka disamping diletakkan dibawah aturan hukum biasa, publiek domain itu diletakkan juga dibawah aturan – aturan hukum khusus, sehingga timbul adanya lembaga hukum tertentu yang berkedudukan sebagai kepunyaan Publik.
Menurut E.Utrecht telah timbul perselisihan paham dikalangan sarjana hukum mengenai Staats Domain tersebut. Perselisihan itu bermula dengan adanya pembagian kepunyaan negara sejak Abad , yakni pembagian ke dalam kepunyaan privat dan kepunyaan publik. Pembagian tersebut pada mulanya dilakukan oleh sarjana Perancis  yaitu Proudhon. Sejak awal XIX  Proudhon telah mengadakan pembagian tentang kedudukan hukum- hukum dari kepunyaan Negara yaitu :
1.    Kepunyaan Privat meliputi benda-benda yang dipakai oleh aparat Pemerintah dalam melakukan tugas-tugasnya .Kemanfaatan benda-benda tersebut secara langsung lebih digunakan oleh Aparatpemerintah (jarang dipakai oleh Umum)
2.    Kepunyaan publik meliputi benda-benda yang disediakan oleh Pemerintah untuk dipakai oleh masyarakat.Kemanfatan benda-benda tersebut dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.
Menempatkan negara itu sebagai “eigenaar “ atau domain public, dengan alasan- alasan terutama ketentuan Pasal 519,520,521 dan 523.Dalam pasal-pasal tersebut jelas UU menyebutkan secara eksplisit bahwa negara dapat menjadi eigenaar terhadap bendabenda yang dapat dijadikan obyek eigendom . Memang benar bahwa berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD l945,KHUP berlaku di Indonesia. Pada waktu sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA ) Nomor 5 Tahun l960 ( Lembaran Negara tahun l960 No.104 ), yang dimaksud dengan “Milik Negara “, ialah “Kepunyaan Negara “( ditempatkan dibawah Hukum yang tercamtum dalam KUH Perdata – Buku II ).
Dengan adanya ketentuan yang ditegaskan dalam awal diktum UUPA itu maka di Indonesia, tidak dikenal adanya pemilikan oleh negara terhadap publik domain agraris, tetapi hukum di Indonesia hanya mengenai “ hak menguasai “. Jadi jelasnya,berdasarkan UUPA, negara Indonesia dalam bidang keagrarian tidak mengenal Domein Verkelaring (Tanah tak bertuan menjadi milik negara) , yang dikenal hanyalah hak menguasai oleh negara dasar tentang hak menguasai oleh negara ini secara sangat mendasar  ditentukan dalam Pasal 33 ayat ( 3 ) UUD l945, yang berbunyi :” Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat .”
Selanjutnya Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa :”Bumi,air dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya pada tingkatan tinggi dikuasi oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Sedangkan Pasal 2 ayat ( 2 ) menyatakan bahwa yang dimaksud hak menguasai oleh negara adalah kewenangan untuk :
a.    Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,persediaan dan pemeliharaan bumi,air dan ruang angkasa tersebut .
b.    Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa
c.    Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa.
Wewenang yang bersumber pada hak yang menguasai negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang  merdeka, berdaulat, adil dan makmur(Pasal 2 ayat 3). Hak menguasai dari negara itu, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah Swantantra dan masyarakat Hukum Adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.(Pasal 2 ayat 4).
Di Indonesia, tata inventarisasi ternyata tidak mengikuti penggolongan barang yang dibagi berdasarkan barang pribadi dan barang pribadi milik Pemerintah/negara (PriVaat Domein ), tetapi berdasarkan pada Instruksi Presiden No.3 Tahun l97l tentang Inventarisasi barang-barang Milik Negara / Kekayaan Negara mensyaratkan penyusunan daftar inventarisasi atas semua barang – barang milik negara / kekayaan negara yang ter-dapat dalam lingkungan tipa instansi, baik yang ada di dalam maupun yang ada di luar negeri, yang berasal / dibeli dengan dana yang bersumber untuk seluruhnya ataupun sebagiannya dari Anggaran Belanja Negara, ataupun dengan dana diluar anggaran belanja negara . Surat Keputusan Menteri Keuangan , Nomor Kep-225/MK/V/4/l97l tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Inventarisasi Barang-Barang Milik Negara / Kekayaan Negara bertanggal 13 April l971, merumuskan bahwa : barang-barang milik negara / kekayaan negara adalah meliputi : ....” Semua barang-barang milik negara / kekayaan negara yang berasal / dibeli dengan dana yang bersumber untuk seluruhnya atau sebagiannya dari Anggaran Belanja Negara yang berada dibawah pengurusan atau penguasaan departemen-departemen, Lembaga-lembaga Negara, Lembaga-lembaga Pemerintahan Non Departemen serta Unit-unit dalam lingkungannyayang terdapat baik didalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk kekayaan Negara yang telah dipisahkan (kekayaan perum dan Pesero) dan barang-barang kepunyaan daerah otonom (Pasal l). Surat Keputusan Menteri Keuangan, No : Kep-225/MK/V/4/l97l, tanggal 13 April 1971, dimaksud menetapkan penggolongan barang-barang milik negara/kekayaan negara sebagai berikut :
a.    Barang- barang Tidak Bergerak, yakni, antara lain :
1.    Tanah-tanah kehutanan, pertanian, perkebunan,lapangan olah raga dan tanah-tanah yang belum dipergunakan.
2.    Gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor,pabrik-pabrik,bengkel,sekolah, Rumah sakit, studio,laboratorium dan lain-lain .
3.    Gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara.
4.    Monumen-monumen .
b.    Barang-barang Bergerak yakni antara lain :
1.    Alat-alat besar, seperti : Buldozer,tractor, mesin pengebor tanah,dan lain-lain.
2.    Peralatan-peralatan yang berada di dalam pabrik, bengkel, studio, laboratorium,Stasion pembangkit tenaga listrik dan sebagainya.
3.    Peralatan Kantor seperti :mesin tik, mesin stensil, mesin pembukuan,computer,dan sebagainya.
4.    Semua inventaris perpustakaan dan lain-lain inventaris barang-barang bercorak Kebudayaan .
5.    Alat-alat pengangkutan, seperti : kapal terbang,kapal laut, bus, truk,mobil dan lain sebagainya .
6.    Inventaris perlengkapan rumah sakit, asrama, rumah yatim piatu, rumah penjara dan sebagainya .
c.    Hewan-hewan ,seperti : Sapi, kerbau, kuda, dan sebagainya .
d.    Barang-barang persediaan, yakni barang-barang yang disimpandalam gudang Veem atau ditempat penyimpanan lainnya .
Seperti halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah pun memiliki barang dan kekayaan (asset ), hal itu terdapat di dalam ketentuan Pasal l dari Surat Keputusan MenteriKeuangan No-Kep-225/MK/V/4/1971 tanggal 13 April 1971. Cara Mendapatkan / Jalan Negara Menggunakan “Hak Menguasai “ atas Benda- benda Publiek Domaine yaitu :
1.Penyerahan secara sukarela
2.Pertukaran
3.Pembelian
4.Daluwarsa
5.Pencabutan
Dalam kaitan itu setiap barang yang dibeli, dipergunakan dan disimpan oleh jawatan selalu dicantumkan pada barang itu label yang bertuliskan “Milik Negara”. Dan pembelian atas barang itu dilakukan atas nama negara. Sedangkan dinas, dirumuskan sebagai sekelompok bagian organisasi yang secara khusus mengerjakan suatu tugas fungsional tertentu yang bersifat homogen. Di bidang administrasi negara, organisasi demikian ini dinamakan dinas publik, yaitu organisasi yang bertugas menyelenggarakan kepentingan umum. Oleh karena itu ia berhak bertindak atas nama negara dan berkewajiban menyelenggarakan tugas-tugas kenegaraan secara fungsional.
Daerah ini adalah suatu kesatuan wilayah dalam organisasi negara yang karena kelahirannya disebabkan mungkin didasarkan atas hak swapraja yang diakui ataukah karena hak otonom yang diperolehnya. Sebagai kesatuan wilayah di dalam perkembangannya ia berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri dalam wilayah kekuasaan negara. Dengan haknya yang demikian itu ia berkewajiban menyelenggarakan kepentingan umum.














BAB V

PERADILAN ADMINISTRASI


Par 1 Kompetensi (Kekuasaan) hakum administrasi

Ukuran yang digunaklan dalam menentukan peradilan mana yang berwenang ilalah ; Pokok sengketa ( fundamentum petendi). Bila pokok sengketa terletak dalam lapangan hukum publik, maka hakim administrasi yang berwenang memutuskannya. Bila pokok sengketa terletak di lapangan hukum perdata, maka hakim perdata/ hakim biasa yang berwenang. 2. BUYS Ukuran yang dipakai untuk menenukan kewenangan peradilan ialah : Pokok dalam perselisihan ( obyektum litis ). Bila seseorang dirugikan dalam hak privatnya dan mengajukan ganti rugi, berarti obyek perselisihannya berupa hak privat, maka perkara tersebut harus diselesaikan oleh hakim biasa. Meskipun sengketa terletak dalam lapangan hukum publik, bila hak privat yang merupakan pokok perselisihan maka yang berwenang adalah hakim biasa. 8. Pengajuan Gugatan di PTUN Suatu gugatan dapat diajukan ke PTUN bila memenuhi syarat-syarat yaitu : a. Penggugat hanya orang atau badan hukum perdata b. Tergugat hanya badan atau pejabat pemerintah. c. Isi gugatan : Keputusan pemerintah yang tertulis konkrit, individual dan final. d. Isi tuntutan : Penggugat mengajukan tuntutan agar keputusan pemerintah yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi. 9. Alasan Gugatan a. Bila keputusan tata usaha Negara bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku misalnya : 1. Cacat prosedur yaitu cacat dalam tata cara pembuatan keputusan. 2. Cacat mengenai isi keputusan itu. 3. Cacat mengenai wewenang. b. Bila badan atau pejabat pemerintah pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan laindari maksud diberikannya wewenang itu. Telah terjadi penyalahgunaan wewenang (de tournament de pouwier) c. Bila badan atau pejabat pemerintah pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak mengambil keputusan tersebut. 10. Keputusan Pengadilan dapat berupa a. Gugatan ditolak b. Gugatan dikabulkan c. Gugatan tidak diterima d. Gugatan gugur
Bila gugatan dikabulkan, maka keputusan dapat berupa : a. Pencabutan keputusan pemerintah yang bersangkutan. b. Dapat memberikan keputusan baru, setelah mencabut keputusan pemerintah yang bersangkutan. c. Menerbitkan suatu keputusan dalam hal pemerintah tidak mengeluarkan keputusan.

Par 2 Perbuatan pemerintah yang tidak layak

Pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain. Dengan demikian apabila suatu instansi pemerintah atau pejabat pemerintah atau alat administrasi negara diberi kekuasaan untuk memberikan keputusan tentang suatu kasus (masalah konkrit), maka keputusan yang dibuat tidak boleh digunakan untuk maksud-maksud lain terkecuali untuk maksud dan tujuan yang berhubungan dengan diberikannya kekuasaan/wewenang tersebut.
Alat administrasi negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya.pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain.
Oleh karena itu alat administrasi negara/aparatur negara/aparatur pemerintah dalam mengambil keputusan/ketetapan tidak boleh melampoi batas keadilan dan kewajaran apabila ada AAN yang bertindak bertentangan dengan asas ini maka keputusannya dapat dibatalkan dengan alasan tindakannya dilakukan dengan sewenangwenang. Dengan demikian asas ini menuntut ditegakkannya aturan hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar