1 Tahun Sekali
“Paidi udah pulang to?Gimana ujian pertama le?, “tanya Pakdhe Dawir
“Alhamdulilah mawut Pakdhe Dawir,”jawab Paidi
“Mampir dulu sini, Paidi, hla kok bisa gitu itu ceritanya gimana to?
“imbuh Pakdhe Dawir sambil mengajak duduk bersama di teras rumahnya.
“Panjang pakdhe ceritanya
sampe 1 (satu) tahun pakdhe, pakdhe, “ucap Paidi sambil menghela nafas.
“Weleh-weleh, ”Pakdhe
menggeleng-geleng kepala
“Keliatannya gayeng bahas apa ini ? Saya ketinggalan, “kata Pak Parto anak
Pakdhe Dawir,dia seorang guru SMA
“Ini hlo Paidi ditanya UN nya gimana jawabnya malah mawut, “jawab Pakdhe Dawir.
“Owalah baru musim ya ternyata
bahas UN, tadi waktu naik angkot juga pada bahas UN, ”kata Pak Parto
“Wah kaya buah ada musiman,
hehehe..., ”Pakdhe Dawir sambil menyeruput kopi hitam favoritnya.
“Gimana tidak dibilang musiman to Pakdhe, bahasnya aja nunggu satu
tahun baru dibahas, itu juga kalo udah diespos betul tidak Pak Parto ?, ”sambung
Paidi
“Iya bener banget kamu, Di, “ Pak
Parto menyetujui.
Pak Parto bercerita masalah UN
yang baru booming di masyarakat.
Mulai siswa sekolah sendiri sampai orang yang biasanya cuek tidak bersentuhan
langsung juga ikut prihatin dengan masalah UN yang diadakan tiap tahun selalu
bermasalah. UN yang diadakan dari tahun ke tahun seharusnya semakin baik karena
biasa mengadakan, UN yang lalu bisa dijadikan pengalaman dan evaluasi, namun
kenyataannya berbanding terbalik, semakin hari semakin buruk.
”Pejabat yang diatas cuma
bicara teori, program, kurikulum bicara perbaikan nanti ujung-ujungnya siswa,
anak sekolah, pihak sekolah sama guru yang jadi korbannya, Pakdhe, ”terang Pak
Parto.
”Ngopo ? Hloh iso ngunu ?, ”Pakdhe Dawir semakin bingung ditemani Paidi yang cuma mengangguk
membenarkan cerita Pak Parto.
Pak Parto kembali menjelaskan
ke Pakdhe Dawir
”Bisa Pakdhe, lewat sekolah
diberikan panduan kurikulum dan lain-lain, guru yang menerapkan siswanya yang
menerima. Belum kalau ganti menteri ganti kebijakan ganti aturan, baru
dilaksanakan sebentar sudah berubah lagi, tidak pernah tahu kondisi lapangan, melihat
situasi medannya, cuma mendengar laporan asal bapak senang saja ”.
“Ada instruksi dari Mendikbud
waktu UN pengawas jangan jalan berkeliling, mengganggu konsentrasi siswa,
sekarang pengawas duduk dibilang tidak aktif mendukung siswa curang.
“Seperti kaya UN ini Pakdhe,
yang nentuin tanggal ujian siapa? Pemerintah Pusat lewat Mendikbud. Yang ngurusin soal juga Mendikbud lewat
tender lelang cari siapa yang paling murah bisa menang ngurusin soal UN”.
”Iya betul itu Pak Parto,
sudah direncanain bilang tidak siap, ada masalah teknis, sekarang kalau UN
mundur-mundur apa tidak mengganggu psikis
siswa, soal bisa dicopy, masalah kualitas lembar jawabnya saja tidak standar,
katanya bisa disalin oleh petugas ke lembar jawab yang lebih bagus, kalau tidak
lulus gara-gara jawaban salah itu bisa diterima, nah kalau gara-garanya masalah
teknis kaya lembar jawabnya, mesinnya, siapa yang tanggung jawab? ”potong Paidi
yang semakin umub merasa kecewa
sambil membeberkan masalah tentang UN dari obrolan sesama siswa sekolah yang
ujian.
”Jangkrik, jangkrik edan, eedaan, gaco tenan, kabeh dinggo proyek, mesakake
cah sekolah, mlebu sekolah
susah metu yo dipersusah, ngunu kui salahe sapa? ”Pakdhe Dawir sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Pak Parto pun melanjutkan
ceritanya.
”Iya yang salah ya Mendikbud
selaku lembaga yang mengurusi bidang pendidikan, yang tidak ada evaluasi dan
solusi meskipun dengn jarak 1 tahun, iya bener anak sekolah yang kasihan
dijadikan percobaan, semakin menjadikan UN itu momok yang menakutkan bagi anak
sekolah yang mau ujian kelulusan. Soal terlambat didistribusikan, Jubir
Mendikbud saja masih bisa bilang alhamdulilah, kan bisa lebih mantab, belajar
lagi”.
”Saya cuma guru SMA berani
apa, bisa apa to? Malah bisa dimutasi kalau protes. Sudah besuk masih ada ujian
Paidi sana istirahat disiapkan buat ujian besuk, saya juga mau istirahat, ”Pak
Parto menyuruh Paidi untuk pulang sambil meninggalkan Pakdhe Dawir dan Paidi
masuk rumahnya.
”Iya Pak Parto, Pakdhe Dawir, pamit
mantuk, ”ucap Paidi.
“Iya Paidi, sing teliti ya garape, ”balas Pakdhe Dawir
Pakdhe Dawir masih terheran
sikap pejabat pemerintah sambil kembali menyeruput kopi hitam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar